Kamis, 24 Juni 2010

NIKAH SIRIH

Akhir-akhir ini, fenomena nikah siri memberikan kesan yang menarik. Nikah siri sepertinya memang benar-benar telah menjadi trend yang tidak saja dipraktekkan oleh figur masyarakat yang selama ini sering disebut dengan istilah kyai, dai, ustad, ulama atau istilah lainnya yang menandai kemampuan seseorang mendalami agama (islam).
Sudah 3 tahun Tia menikah dengan Roy, seorang pengusaha muda di Batam. Hanya saja sejak 1 tahun yang lalu Roy kembali tinggal bersama dengan isteri pertamanya di luar Batam. Dari awal Tia mengetahui Roy telah memiliki isteri dan anak dari isteri pertamanya Akan tetapi atas nama cinta, bagi Tia status tersebut tidak menjadi masalah baginya. Apalagi Roy juga telah meyakinkan bahwa Tia akan dinikahinya, meskipun pernikahan yang dilakukan adalah pernikahan siri. Tia sama sekali tidak keberatan, yang penting hubungannya dengan Roy bukan zina. Dari hubungan tersebut lahirlah seorang anak perempuan. Dalam 2 tahun pertama, pernikahan tersebut tidak ada masalah. Meskipun Roy sering bolak-balik Batam-Jakarta untuk mengurus usahanya. Tia menerima kondisinya sebagai isteri kedua, yang tentu saja keberadaannya tidak diketahui isteri pertama. Sampai pada akhirnya, disaat usaha yang dijalankan Roy di Batam mulai berkurang dan Roy juga semakin jarang ke Batam. Bahkan komunikasi melalui ponsel Roy tidak bisa lagi karena ponsel selalu tidak aktif. Tia menjadi kelabakan untuk. Untuk meminta pertanggungjawaban Roy, Tia tidak mempunyai bukti sah pernikahan secara hukum. Akhirnya, Tia hanya bisa meratapi nasib dan mulai bekerja untuk menghidupi anak, buah pernikahannya dengan Roy. Tia adalah satu diantara banyak wanita yang masih mau menjalani pernikahan secara siri.

Nikah siri sering ditempatkan menjadi sebuah pilihan ketika seseorang hendak berpoligami dengan sejumlah alasannya sendiri. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu membayar administrasi pencatatan, ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan, dan sebagainya.

Sebelum kita bahas lebih jauh, marilah kita bahas terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan nikah siri. Nikah siri adalah pernikahan yang dilakukan oleh wali pihak perempuan dengan pihak laki-laki dan disaksikan oleh dua orang saksi, tetapi tidak dilaporkan atau tidak dicatatkan pada Kantor Urusan Agama (KUA). Dahulu, yang dimaksud dengan nikah siri adalah pernikahan sesuai dengan rukun-rukun perkawinan dan syaratnya menurut syari’at, hanya saja saksi diminta tidak memberitahukan pernikahan tersebut kepada khalayak ramai, kepada masyarakat, dan dengan sendirinya tidak ada walimatul-‘ursy. Sedang dalam pandangan agama, nikah siri diperbolehkan sepanjang hal-hal yang menjadi rukun terpenuhi.

Dalam pernikahan siri kita dapat menjumpai adanya dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari nikah siri, yaitu : 1. Meminimalisasikan adanya sex bebas serta berkembangnya penyakit AIDS, HIV maupun penyakit kelamin. 2. Mengurangi beban atau tanggung jawab seorang wanita yang menjadi tulang punggung keluarganya. Sedang dampak negatik dari nikah siri, yaitu : 1. Berselingkuh merupakan hal yang wajar. 2. Akan ada banyak kasus Poligami yang akan terjadi. 3. Tidak adanya kejelasan status isteri dan anak baik di mata hukum Indonesia maupun di mata masyarakat sekitarnya. 4. Pelecehan seksual terhadap kaum hawa karena dianggap sebagai pelampiasan anfsu sesaat bagi laki-laki.
Maka dengan demikian jika dilihat dari dampak-dampak yang ada, semakin terlihat bahwasanya nikah siri lebih banyak membawa dampak negative dibanding dampak positifnya.

Dilihat dari segi psikologi sosial, dampak dari nikah siri adalah : 1. Isteri tidak dapat menuntut suami untuk memberi nafkah lahir-batin. 2. Nasib anak akan tekatung-katung karena tidak memiliki akta kelahiran. 3. Dalam hal kepewarisan, baik anak ataupun isteri dari pernikahan siri tidak dapat menuntut haknya karena tidak ada bukti hukum yang menunjang tentang keberadaan dan status mereka. 4. Pada umumnya, mereka tidak terbuka dalam hal menjelaskan “status” mereka pada masyarakat dimana mereka tinggal.

Oleh karena itu, untuk kaum hawa yang akan ataupun belum melakukan nikah siri sebaiknya berfikir dahulu karena akan lebih banyak merugi daripada untungnya. Hal yang paling jelas dapat dilihat dalam pernikahan siri adalah kerugian yang besar bagi kaum hawa. Karenanya, bagaimanapun juga suatu pernikahan akan lebih sepurna jika di legal kan secara hukum agama dan hukum negara.

Pada hakekatnya pernikahan tidak semata-mata demi memenuhi kebutuhan biologis semata. Pertama, pernikahan adalah untuk menenangkan dan menentramkan jiwa. Dengan menikah, bayangan-bayangan dan khayalan-khayalan masa muda, tertumpah sudah. Bahkan, seseorang menjadi mempunyai “tempat” khusus, gejolak itu tidak akan terlalu membludak manakala melihat lawan jenis yang menggoda. Kedua, dengan menikah dapat menimbulkan rasa mawaddah, cinta kasih kepada keluarga. Keluarga dalam artian tidak saja suami, isteri ataupun anak-anak saja, akan tetapi juga keluarga dari suami ataupun keluarga isteri. Ketiga, dengan menikah juga akan timbul rasa kasih sayang, rahmah. Sebagaimana rasa mawaddah, manusia juga mempunyai naluri untuk menyayangi sesamanya. Rasa sayang (rahmah) biasanya muncul dari lubuk hati yang paling dalam. Ia lahir bukan karena dorongan nafsu seksual, kebutuhan biologis atau hal-hal lahiriyah lainnya.

Perihal pernikahan, menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dikatakan bahwa pengertian nikah adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam kaitannya dengan memberi perlindungan bagi wanita khususnya, Pemerintah berkeinginan untuk memberikan fatwa hukum yang tegas terhadap pernikahan sirim kini telah dituangkan dalam rancangan undang-undang tentang perkawinan. Badan Legislasi (Baleg) DPR memastikan bahwa RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan atau yang lazim dikenal publik sebagai RUU Nikah Siri merupakan salah satu RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar